Sabtu, 29 September 2018

Saat Gempa Berkekuatan 200 Kali Bom Hiroshima Guncang Sulawesi Tengah


Warga mengevakuasi kantong jenazah berisi jasad korban tsunami di Palu, Sulawesi Tengah , Sabtu (29/9). Gelombang tsunami setinggi 1,5 meter yang menerjang Palu terjadi setelah gempa bumi mengguncang Palu dan Donggala. (AP Photo)Gempa berkekuatan magnitudo 7,4 mengguncang Donggala, Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 pada pukul 17.02.44 WIB. Gempa tersebut mengakibatkan tsunami di beberapa wilayah pantai Donggala dan pantai Talise Palu.Domino99

Tsunami menerjang Pantai Talise di Kota Palu, pantai Barat Donggala. Tingginya 0,5-3 meter dan menerjang permukiman di sepanjang pantai. Bahkan disebut ketinggian ada yang mencapai 6 meter.

Banyak bangunan ambruk, rata dengan tanah. Jembatan pun roboh memutus akses jalan. Komunikasi terputus, listrik padam.

Berdasarkan data sementara dari Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB), korban meninggal dunia akibat gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah mencapai 384 jiwa. Mereka tersebar di sejumlah rumah sakit.

"Ini hanya tercatat di kota Palu," kata Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam jumpa pers di Jakarta, Sabtu (29/9/2018).

Diperkirakan jumlah korban gempa dan tsunami akan terus bertambah karena proses pencarian masih terus dilakukan. Sementara itu, korban luka berat 540 orang.Poker

Saat Gempa Berkekuatan 200 Kali Bom Hiroshima Guncang Sulawesi Tengah

Nanda Perdana Putra

30 Sep 2018, 00:07 WIB


Warga mengevakuasi kantong jenazah berisi jasad korban tsunami di Palu, Sulawesi Tengah , Sabtu (29/9). Gelombang tsunami setinggi 1,5 meter yang menerjang Palu terjadi setelah gempa bumi mengguncang Palu dan Donggala. (AP Photo)


Liputan6.com, Jakarta - Gempa berkekuatan magnitudo 7,4 mengguncang Donggala, Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 pada pukul 17.02.44 WIB. Gempa tersebut mengakibatkan tsunami di beberapa wilayah pantai Donggala dan pantai Talise Palu.

Tsunami menerjang Pantai Talise di Kota Palu, pantai Barat Donggala. Tingginya 0,5-3 meter dan menerjang permukiman di sepanjang pantai. Bahkan disebut ketinggian ada yang mencapai 6 meter.

Banyak bangunan ambruk, rata dengan tanah. Jembatan pun roboh memutus akses jalan. Komunikasi terputus, listrik padam.

Berdasarkan data sementara dari Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB), korban meninggal dunia akibat gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah mencapai 384 jiwa. Mereka tersebar di sejumlah rumah sakit.

"Ini hanya tercatat di kota Palu," kata Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam jumpa pers di Jakarta, Sabtu (29/9/2018).

Diperkirakan jumlah korban gempa dan tsunami akan terus bertambah karena proses pencarian masih terus dilakukan. Sementara itu, korban luka berat 540 orang.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho memberikan pemaparan mengenai dampak gempa bumi dan tsunami di kota Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah saat konferensi pers di Jakarta, Sabtu (29/9). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Hingga pukul 16.00 WIB terdata ada sebanyak 16 ribu lebih pengungsi korban gempa dan tsunami Palu, Sulawesi Tengah.

"Ada 16.732 pengungsi di 24 titik. Di Palu ada 24 titik. Harus kita penuhi kebutuhan dasar. Belum semua menerima bantuan. Semua terbatas dan kita fokus mencari korban," Sutopo.

Menurut Sutopo, ada 13 kecamatan di Donggala yang paling banyak menerima intensitas gempa 6 sampai 7 MMI. Sementara di Palu ada tujuh kecamatan yang menerima guncangan dengan skala yang sama.

"Donggala masih belum mendapat informasi apapun. Komunikasi masih lumpuh," jelas dia.

Sementara itu, 131 gempa susulan terjadi di Palu-Donggala, Sulawesi Tengah. Rentetan itu berlangsung setelah gempa dengan magnitudo 7,4 pada Jumat 28 September 2018


Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Wahyu W Pandoes menyebut, energi gempa magnitudo 7,4 di Donggala, Sulawesi Tengah, sekitar 2,5 x 10^20 newton meter.

"Gempa dengan magnitudo 7,4 di Donggala, Sulawesi Tengah, energinya sekitar 2,5x10^20 Nm atau setara dengan 3x10^6 Ton-TNT atau 200 kali bom atom Hiroshima," ujar Wahyu dilansir dari Antara, Sabtu (29/9/2018).AduQ

Dalam siaran pers BPPT di Jakarta, Wahyu menjelaskan, Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan sekitarnya mengalami deformasi vertikal atau perubahan bentuk yang diakibatkan oleh gaya sebesar -1,5 hingga 0,5 meter akibat gempa.

"Komponen deformasi vertikal gempa bumi di laut ini yang berpotensi menimbulkan tsunami," kata Wahyu.

Berdasarkan simulasi model analitik-numerik, tinggi tsunami di sepanjang pantai berkisar antara beberapa sentimeter hingga 2,5 meter. Tinggi tsunami juga berpotensi naik akibat efek turunnya daratan sekitar pantai dan amplifikasi gelombang akibat batimetri (studi kedalaman air) dan morfologi (pembentukan) teluk.BandarQ

"Masyarakat perlu waspada atas gempa bumi susulan dan potensi keruntuhan infrastruktur atau bangunan di sekitarnya, serta terus memantau dan mengikuti informasi dari otoritas resmi BMKG/BNPB/BPBD setempat," imbau Wahyu.

Wahyu memaparkan pula bahwa BPPT telah memiliki produk teknologi Sijagat untuk mengkaji keandalan gedung bertingkat terhadap ancaman gempa dan Sikuat untuk memantau kondisi gedung bertingkat terhadap ancaman gempa.

BPPT juga merancang Rumah Komposit Polimer Tahan Gempa untuk daerah-daerah rawan bencana gempa.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, Sulawesi Tengah sering mengalami musibah gempa dan tsunami. Terlebih, ada dua wilayah yang sering mengalami musibah tersebut seperti Palu dan Donggala.Sakong

"Memang wilayah Sulawesi Tengah, khusus wilayah Palu dan Donggala rawan terjadi gempa dan tsunami," kata Sutopo di kantor BNPB, Jakarta Timur, Sabtu (29/9/2018).
Dia menyebutkan, gempa dengan magnitudo 6,5 yang berasal dari aktivitas tektonik Watusampo di teluk Palu pernah mengguncang pada 1 Desember 1927. Saat itu 14 orang meninggal dunia dan 50 orang luka-luka.
Lalu, pada 30 Januari 1930, terjadi gempa di pantai barat Kabupaten Donggala yang menyebabkan tsunami setinggi dua meter dan berlangsung selama dua menit.

Kemudian, gempa bermagnitudo 6 yang berpusat di Teluk Tambu, Kecamatan Balaesang, Donggala, terjadi pada 14 Agustus 1938. Gempa tersebut menyebabkan tsunami 8-10 meter di pantai barat Kabupaten Donggala.

"Sebanyak 200 korban meninggal dunia dan 790 rumah rusak serta seluruh desa di pesisir pantai barat Donggala hampir tenggelam," sebutnya.Capsa

Gempa juga terjadi pada 1994 yang dikenal dengan gempa Sausu yang terjadi di Kabupaten Donggala dan mengguncang Sulawesi Tengah. Pada 1 Januari 1996, gempa dengan magnitudo 7,4 yang berpusat di selat Makassar mengakibatkan tsunami yang menyapu pantai barat Kabupaten Donggala dan Tolitoli.

Pada 1996 terjadi gempa di Tonggolobibi di Desa Bankir, Tonggolobibi dan Donggala yang menyebabkan tsunami setinggi 3,4 meter datang dan membawa air laut sejauh 300 meter ke daratan. Saat itu sebanyak 9 orang tewas dan bangunan rusak parah.

"Pada 11 Oktober 1998 Kabupaten Donggala diguncang gempa berkekuatan magnitudo 5,5. Ratusan bangunan rusak parah akibat gempa," ujar Sutopo.

Setelah itu, Sulawesi Tengah masih mengalami musibah gempa yang berpusat di 16 km arah tenggara Kota Palu dengan magnitudo 6,2. Gempa itu terjadi pada 24 Januari 2005 yang mengakibatkan 100 rumah rusak, satu orang meninggal dan empat orang luka-luka.

Kemudian, gempa dengan magnitudo 7,7 berpusat di laut Sulawesi mengguncang Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, pada 17 November 2008. Atas kejadian tersebut, empat orang meninggal dunia.

"18 Agustus 2012 gempa dengan magnitudo 6,2 terjadi ketika masyarakat sedang berbuka puasa. Delapan orang tewas dan tiga Kecamatan terisolir," ucap Sutopo.


Lalu, Sulawesi Tengah kembali mengalami musibah gempa dengan magnitudo 7,4 yang mengakibatkan tsunami pada Jumat 28 September 2018. Saat ini, tercatat sebanyak 384 orang meninggal dunia dan ratusan orang mengalami luka, baik ringan maupun berat.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memasukkan Kota Palu dan Kabupaten Donggala ke dalam zona merah di peta rawan bencana gempa bumi.

"Di peta rawan bencana gempa bumi termasuk dalam zona merah. Zona merah artinya rawan bencana gempa bumi tinggi," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami PVMBG Sri Hidayati di Bandung, Sabtu dilasir dari Antara, Sabtu (29/9/2018).

Sri menyatakan, potensi intensitas guncangan akibat gempa bumi di wilayah tersebut dapat mencapai lebih dari VIII MMI, di mana getaran gempa menimbulkan kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat, retak-retak pada bangunan dengan konstruksi kurang baik serta lepasnya dinding dari rangka rumah dan robohnya cerobong asap pabrik dan monumen-monumen.

Ia menjelaskan bahwa gempa bumi dengan magnitudo 7,4 yang mengguncang Palu dan Donggala dipicu oleh aktivitas patahan Palu-Koro, yang memanjang dari sebelah barat Donggala hingga Teluk Palu.

"Patahan Palu Koro itu juga memang patahan aktif," ujarnya.

Sri berharap gempa di Donggala tak diikuti ratusan gempa susulan dengan kekuatan cukup besar seperti yang sebelumnya terjadi di Pulau Lombok sehingga menimbulkan banyak kerusakan dan korban jiwa.

Namun, dia meminta masyarakat tetap waspada dan mengikuti arahan dari pemerintah setempat.

"Kita hidup di Indonesia, sadar pada posisi tectonic setting. Ada tiga lempeng aktif dunia, Indonesia harus siap itu. Kita tidak tahu kapan gempa dan tsunami, kita sendiri yang harus siap," imbaunya.



Mari salurkan hoby bermain kartu anda bersama ASIASUMO.COM
Hamya dengan Bermodal Rp.15.000 anda sudah bisa menjadi Jutawan Rupiah
Tersedia 8 hot games terbaik & terpercaya
klik dibawah ini untuk bergabung :

http://www.asiasumo.com/

Untuk info lebih jelas silahkn di add :
BBM : D8ACD825
WA : +855964973259
LINE : sumoqq88
WeChat : sumo99qq













0 komentar:

Posting Komentar

Ada Retakan di Gunung Anak Krakatau, WH Minta Masyarakat Waspada

Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) minta masyarakat tetap waspada setelah BMKG merilis ada retakan di Gunung Anak Krakatau (GAK), menyusuk a...